Pajak
Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pihak-pihak
yang memotong pph pasal 21
- Pemberi kerja terdiri dari
orang pribadi dan badan, termasuk bentuk usaha tetap, baik merupakan induk
maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun, sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai;
- Bendaharawan pemerintah
termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan
pekerjaan/ jabatan, jasa, dan kegiatan;
- Dana pensiun, PT Taspen, PT
Astek, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
lainnya, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari
Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT);
- Perusahaan, badan termasuk
bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli
dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas;
- Yayasan (termasuk yayasan di
bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olah raga,
kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi
dalam bentuk apa pun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji,
upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apa pun sehubungan dengan
pekerjaan/jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi;
Pihak-pihak
yang dikenakan pajak PPh Pasal 21
1.
Pegawai
tetap, yaitu :Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau
memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut
mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
2.
Pegawai
lepas, yaitu : Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya
menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
3.
Penerima
pensiun, yaitu : Orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh
imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk yang menerima
Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.
4.
Penerima
honorariun, yaitu : Orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.
5.
Penerima
upah, yaitu : Orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan,
atau upah satuan.
Pihak-pihak
yang tidak dikenakan pajak PPh Pasal 21
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat : Bukan warga negara Indonesia dan Tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
2. Pejabat perwakilan organisasi
internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
Penghasilan yang
dikenakan PPh Pasal 21
1. Penghasilan yang diterima atau
diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium
(termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas),
premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi,
tunjangan teratur,beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun;
2. Penghasilan yang diterima atau
diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi
tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan yang
biasanya dibayarkan sekali dalam setahun;
3. Upah harian, upah mingguan, upah
satuan, dan upah borongan;
4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan
Hari Tua atau Tunjang Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain
sejenis;
5. Penerimaan dalam bentuk natura dan
kenikmatan dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.
Penghasilan yang
tidak termasuk penghasilan kena pajak PPh Pasal 21
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan
kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh Pemerintah dan wajib
pajak;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan
penyelenggara Taspen serta THT kepada badan penyelenggara Taspen dan Jamsostek
yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. Penerimaan dalam bentuk natura dan
kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh Pemerintah;
5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung
oleh pemberi kerja.
kewajiban
kena pajak PPh Pasal 21
1. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib
memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (KP.PPh.2.1/BP-95) baik diminta maupun
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan
sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima
pesangon, dan penerima dana pensiun iuran pasti.
2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib
memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2)
kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu dua bulan
setelah tahun takwim berakhir.
3. Apabila pegawai tetap berhenti
bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form
1721-A1 atau 1721-A2) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu
bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
4. Untuk melaksanakan kewajiban PPh
Pasal 21, Pemotong Pajak PPh Pasal 21 / pemberi kerja agar menggunakan Buku Petunjuk
Pemotongan PPh Pasal 21.
Penghitungan
PPh Pasal 21
- Penghasilan
Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun
dan PTKP
- Besarnya
biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto
berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp
36.000,00 sebulan.
- PTKP
sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
- Tarif
yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
Penghitungan
PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai
- Penghasilan
Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
- PTKP
sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
- Tarif
yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
Penghitungan
PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
- Tarif
yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang
dibayarkan atau terutang.
- Perkiraan
penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun.
Penghitungan
PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang
saku harian
Tarif sebesar 10%
diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan
uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp
240.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan
takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat
dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya
dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.