Dalam sebuah wawancara yang
disiarkan sebuah stasiun televisi, seorang pakar geologi muslim, Prof. Dr.
Zaghlul An-Najar, ketika ditanya oleh pembawa acara tentang ayat di atas:
“Apakah terdapat i’jaz ilmi (kemukjizatan yang bersifat sains) yang terkandung
dalam ayat di atas?” Beliau memberikan jawaban dengan mengatakan: “Berkenaan
dengan ayat ini, aku mempunyai sebuah cerita. Sudah sejak lama aku menjadi
tenaga pengajar di Universitas Chardif di bagian barat Inggris. Yang datang
mengikuti perkuliahanku terdiri dari muslim dan non muslim. Pernah suatu ketika
terjadi diskusi yang menarik tentang i’jaz ilmi dalam Al-Quran.”
Di tengah-tengah diskusi, ada
seorang pemuda muslim berdiri dan mengatakan: “Tuan, apakah Anda melihat bahwa
di dalam firman Allah swt: Telah dekat datangnya saat itu (hari kiamat) dan
telah terbelah bulan. (Al-Qamar (54): 1) terdapat isyarat i’jaz ilmi dalam
Al-Quran?”
Dr. Zaghlul mengatakan: “Tidak,
karena i’jaz ilmi ditafsirkan oleh ilmu (sains), sedangkan mukjizat, ilmu
(sains) tidak mampu menafsirkannya. Mukjizat adalah suatu perkara luar biasa
yang tidak dapat ditafsirkan oleh hukum alam (hukum kausalitas). Terbelahnya
rembulan adalah mukjizat yang terjadi untuk Rasulullah saw, dan menjadi bukti
kenabian dan kerasulannya. Mukjizat visual adalah bukti nyata bagi orang yang
menyaksikannya. Seandainya hal itu tidak datang dalam kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya tentu kita ummat Islam di abad ini tidak wajib mengimaninya. Akan
tetapi kita mengimaninya karena telah datang keterangannya di dalam kitab Allah
swt dan di dalam sunnah Rasul-Nya dan karena Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
Dr. Zaghlul kemudian menyampaikan
kisah terbelahnya rembulan sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab hadits.
Dia mengatakan bahwa lima tahun sebelum Nabi saw berhijrah dari Makkah ke
Madinah, ada sekelompok orang Quraisy yang datang menemui beliau dan
mengatakan: “Hai Muhammad, jika engkau benar-benar seorang nabi dan rasul maka
datangkanlah bukti yang menunjukkan bahwa engkau memang benar-benar seorang
nabi dan rasul.” Maka Nabi bertanya kepada mereka: “Apa yang kalian inginkan?”
Mereka berkata dengan tujuan melemahkan dan menantang: “Belahlah untuk kami
rembulan itu!” Nabi saw lantas berdiri beberapa saat. Beliau berdoa kepada
Allah swt agar memberikan pertolongan untuknya dalam situasi seperti ini. Allah
swt lantas memberikan ilham kepada beliau untuk berisyarat dengan menggunakan jari
tangan beliau ke arah renbulan. Tiba-tiba rembulan tersebut terbelah menjadi
dua bagian. Satu bagian menjauh dari bagian yang lain selama beberapa jam
kemudian menyatu kembali.
Maka orang kafir berkomentar:
“Muhammad telah menyihir kita.” Akan tetapi orang-orang yang cerdas diantara
mereka mengatakan: Sesungguhnya sihir itu terkadang dapat mempengaruhi
orang-orang yang menyaksikannya dan tidak dapat mempengaruhi seluruh manusia.
Maka tunggulah rombongan yang datang dari perjalanan.” Maka orang-orang kafir
bergegas keluar menuju pintu-pintu kota Makkah untuk menunggu orang-orang yang
datang dari perjalanan. Ketika rombongan pertama datang, orang kafir menanyakan
kepada mereka: “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh terjadi pada rembulan
itu?” Mereka menjawab: “Ya, benar. Pada malam anu kami melihat rembulan itu
telah terbelah menjadi dua dan saling berjauhan satu dari yang lain kemudian
kembali menyatu.” Maka berimanlah sebagian dari mereka dan kafirlah orang-orang
yang tetap kafir. Oleh karena itu Allah swt berfirman dalam kitab-Nya: “Telah
dekat datangnya saat itu (hari kiamat) dan telah terbelah bulan. Dan jika
mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling
dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus”. Dan mereka mendustakan
(Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada
ketetapannya. (Al-Qamar (54): 1-3).
Dr. Zaghlul melanjutkan penjelasannya
dengan mengatakan: “Dan sesudah aku mengakhiri penjelasanku, ada seorang pemuda
Inggris muslim berdiri dan memperkenalkan dirinya: “Aku bernama Dawud Musa
Bidcook, Ketua Hizb Islami Britani.” Setelah itu dia mengatakan: “Tuan,
bolehkah aku memberi keterangan tambahan?” Aku menjawab: “Silakan.” Dia
berkata: “Sebelum masuk Islam, saya mempelajari banyak agama. Satu hari ada
seorang mahasiswa muslim memberikan hadiah kepadaku berupa terjemahan Al-Quran.
Aku berterima kasih kepadanya atas hadiah tersebut. Lalu buku terjemah Al-Quran
tersebut aku bawa pulang ke rumah. Saat aku membukanya, surat yang pertama kali
aku baca adalah surat Al-Qamar. Aku membaca ayat: “Telah dekat datangnya saat
itu (hari kiamat) dan telah terbelah bulan. (Al-Qamar (54): 1)
Maka aku mengatakan: “Apakah ucapan
ini masuk akal?! Apa mungkin rembulan terbelah kemudian menyatu kembali?
Kekuatan apakah yang mampu melakukan itu?”
Maka pemuda tadi mengatakan: “Ayat ini membuatku tidak dapat melanjutkan membaca Al-Quran dan akupun tersibukkan dengan urusan dunia. Akan tetapi Allah swt mengetahui seberapa jauh keikhlasanku dalam mencari kebenaran. Maka Tuhanku mendudukkan aku di depan televisi Inggris yang di sana ada acara dialog antara komentator Inggris dengan tiga ilmuwan ruang angkasa Amerika. Pembawa acara ini memberikan komentar miring terhadap tiga pakar tersebut karena telah menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk perjalanan ruang angkasa pada saat bumi dipenuhi berbagai problematika kelaparan, kemiskinan, timbulnya berbagai penyakit dan keterbelakangan. Sang komentator mengatakan: “Seandainya biaya yang demikian banyak itu dihabiskan untuk memakmurkan bumi tentu lebih bermanfaat.” Akan tetapi tiga pakar tersebut tetap membela pendapat-pendapatnya dengan mengatakan bahwa sesungguhnya teknologi ini bisa bermanfaat secara praktis dalam berbagai aspek kehidupan. Bisa bermanfaat dalam ilmu kedokteran, industri dan pertanian. Jadi biaya yang demikian besar itu bukanlah harta yang dihambur-hamburkan dengan percuma, akan tetapi biaya tersebut membantu perkembangan teknologi maju untuk mewujudkan tujuan mulia.
Maka pemuda tadi mengatakan: “Ayat ini membuatku tidak dapat melanjutkan membaca Al-Quran dan akupun tersibukkan dengan urusan dunia. Akan tetapi Allah swt mengetahui seberapa jauh keikhlasanku dalam mencari kebenaran. Maka Tuhanku mendudukkan aku di depan televisi Inggris yang di sana ada acara dialog antara komentator Inggris dengan tiga ilmuwan ruang angkasa Amerika. Pembawa acara ini memberikan komentar miring terhadap tiga pakar tersebut karena telah menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk perjalanan ruang angkasa pada saat bumi dipenuhi berbagai problematika kelaparan, kemiskinan, timbulnya berbagai penyakit dan keterbelakangan. Sang komentator mengatakan: “Seandainya biaya yang demikian banyak itu dihabiskan untuk memakmurkan bumi tentu lebih bermanfaat.” Akan tetapi tiga pakar tersebut tetap membela pendapat-pendapatnya dengan mengatakan bahwa sesungguhnya teknologi ini bisa bermanfaat secara praktis dalam berbagai aspek kehidupan. Bisa bermanfaat dalam ilmu kedokteran, industri dan pertanian. Jadi biaya yang demikian besar itu bukanlah harta yang dihambur-hamburkan dengan percuma, akan tetapi biaya tersebut membantu perkembangan teknologi maju untuk mewujudkan tujuan mulia.
Di sela-sela dialog tersebut muncul
penyebutan tentang perjalanan yang mendaratkan seorang astronot di atas
permukaan rembulan. Karena pendaratan tersebut adalah perjalanan ruang angkasa
yang paling banyak memakan biaya – ia telah menghabiskan lebih dari 100 milyar
dolar Amerika – maka dengan nada tinggi, komentator Inggris mengatakan:
“Kebodohan macam apa ini? 100 milyar dolar Amerika hanya untuk mendaratkan
seorang ilmuwan Amerika di atas bulan?” Mereka menjawab: “Tidak, tujuannya
bukan untuk mendaratkan ilmuwan Amerika di atas bulan, tapi kami mempelajari
susunan bulan bagian dalam.
Dan kami pun telah menemukan sebuah
fakta ilmiah, seandainya kita menghabiskan biaya berkali-kali lipat untuk
membuat orang percaya terhadap fakta tersebut, tentu tidak ada orang yang
mempercayai kami.” Maka sang komentator mengatakan: “Fakta apa itu?” Mereka
menjawab: “Rembulan ini pernah terbelah pada suatu hari kemudian menyatu
kembali.” Komentator bertanya: “Bagaimana kalian mengetahui hal itu?” Mereka
menerangkan: “Kami mendapatkan sebuah sabuk dari bebatuan yang membelah
rembulan dari permukaan hingga ke bagian dalamnya. Kami lantas berembuk dengan
para pakar ilmu tanah dan geologi dan mereka mengatakan hal tersebut tidak
mungkin terjadi kecuali jika rembulan pernah terbelah kemudian menyatu lagi.”
Dawud Musa Bidcook lalu mengatakan:
“Maka saya segera meloncat dari kursi tempat duduk saya, dan saya katakan,
“Sebuah mukjizat terjadi untuk Muhammad saw pada seribu empat ratus tahun yang
lalu. Allah swt menundukkan orang-orang Amerika untuk membelanjakan lebih dari
100 milyar US dollar guna menetapkan kebenaran mukjizat itu untuk Islam?! Kalau
begitu, pasti agama ini adalah agama yang haq.” Pemuda itu melanjutkan
perkataannya: “Maka saya pun segera kembali ke mushaf dan langsung membaca
surat Al-Qamar, dan surat itulah yang menjadi pintu masuknya Islam ke dalam
hatiku.” Allahu a’lam
0 comments:
Post a Comment