ANALISIS SEBELAS
POLA KESALAHAN
UMUM KALIMAT
EFEKTIF DALAM RUBRIK “REDAKSIONAL”
HARIAN TOP SKOR
EDISI 28 APRIL 2011
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Indonesian
Academic Writing Semester II
Oleh:
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2011
ANALISIS SEBELAS
POLA KESALAHAN
UMUM KALIMAT
EFEKTIF DALAM RUBRIK “REDAKSIONAL”
HARIAN TOP SKOR
EDISI 28 APRIL 2011
PENDAHULUAN
Materi
kalimat efektif merupakan materi yang sangat penting terutama bagi siswa maupun mahasiswa sebagai bekal dalam
penulisan karya ilmiah. Banyak ditemukan dari tugas-tugas
siswa di sekolah dan di kampus tidak memenuhi kriteria sebagai kalimat efektif. Menurut Nasucha, pemberian kalimat efektif materi tentang
kalimat efektif bermaksud agar dalam penyampaian pesan, gagasan, perasaan,
maupun pemberitahuan dapat diterima sesuai dengan maksud si penulis. Untuk
itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, antara lain
strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antar bagiannya logis, dan
ejaannya pun harus benar (2010:22).
Kita
sering menjumpai kalimat yang tidak efektif, misalkan menggunakan kata yang
sama dalam satu kalimat, sehingga membuat kalimat terlihat bertele-tele dan tidak to the
point. Makalah ini menjelaskan pengenalan kalimat efektif dan
pola-pola kesalahan yang sering dilakukan khususnya bagi penulis pemula.
Penulis berharap, dengan makalah ini
pembaca menjadi lebih tahu kesalahan-kesalahan umum yang sering dilakukan
sehingga ketika menulis sebuah kalimat, dapat terhindar dari penulisan kalimat
yang tidak efektif. Penyampaian materi lebih mudah dimengerti karena disampaikan
dengan cara menganalisis sebuah teks sehingga diharapkan mampu menemukan
pola-pola kesalahan umum yang ada di dalamnya. Menurut Nasucha (2010: 23) ada
sebelas pola kesalahan umum yang ditemukan dalam penulisan karya ilmiah.
Teks
yang diambil merupakan artikel ringan dari kolom “redaksional” surat kabar
harian Top Skor edisi Kamis, 28 April
2011. Makalah ini disampaikan dengan singkat dan jelas karena diperkuat oleh
contoh-contoh dari masing-masing kriteria kalimat efektif.
PEMBAHASAN
Menurut
Nasucha, “Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan
pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si
pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai
kalimat yang baik, antara lain strukturnya benar, pilihan katanya tepat,
hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar” (2010:22).
Nasucha juga menjelaskan, hendaknya
dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat
yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu dipandang efektif
jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat
yang diucapkan kepada tukang becak, “Berapa, Bang, ke pasar Rebo?” Kalimat tersebut jelas lebih efektif daripada
kalimat lengkap, “Berapa saya harus membayar, Bang, bila saya menumpang
becak Abang ke pasar Rebo?”
Berikut ini adalah pendapat para
ahli-ahli lain tentang kalimat efektif:
1.
Menurut Akhadiah, kalimat efektif
adalah “Kalimat yang benar dan jelas yang akan dengan mudah dipahami orang lain
secara tepat” (1998:116).
2.
Menurut Anggaranin, kalimat efektif
adalah “Kalimat yang memenuhi krateria jelas, sesuai dengan kaidah, enak dibaca”
(2006:1).
3.
Menurut Arifin, kalimat efektif adalah
“Kalimat yang dapat mewakili gagasan atau pemikiran penulis secara tepat, dan
dengan sendirinya diterima oleh pembaca sesuai dengan maksud penulisnya”
(1989:70).
4.
Menurut Yudiono, kalimat efektif adalah
“Kalimat yang memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah, ringkas, dan enak
dibaca” (1984:83).
Dari penjelasan para ahli di atsas dapat
diambil kesimpulan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang jelas dan memenuhi
kriteria kaidah penulisan serta mudah dipahami bagi pembaca jika berupa kalimat
tertulis dan mudah dipahami jika berupa kalimat lisan.
Menurut
Nasucha, ada sebelas pola kesalahan yang harus dihindari ketika
menulis kalimat agar efektif (2010: 23):
1.
Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat:
Sejak
dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan
ayahnya.)
2.
Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat:
Menurut
berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah.
(Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan
segera diubah. / Menurut berita yang saya dengar, kurikulum akan segera
diubah.)
3.
Penggunaan
imbuhan yang kacau:
Yang meminjam buku
di perpustakaan harap dikembalikan.
(Yang
meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan. / Buku
yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan).
4.
Kalimat tak selesai:
a. Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang
selalu ingin berinteraksi.
(Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu
ingin berinteraksi.)
b.
Rumah yang besar yang terbakar
itu.
(Rumah yang besar itu terbakar.)
5.
Penggunaan kata dengan struktur
dan ejaan yang tidak baku:
a.
Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.
(Kita harus bisa mengubah
kebiasaan yang buruk.)
Kata-kata lain
yang sejenis dengan itu antara lain menyolok,
menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai, menyambuk, menyaplok, menyekik,
menyampakkan, menyampuri, menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya
mencolok, mencuci, mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik,
mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.
b.
Pertemuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang.
(Pertemuan
itu telah menelurkan ide-ide cemerlang.)
6.
Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’:
a.
Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik.
(Saya
menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)
b.
Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan
harus selalu bersih.
(Rumah
sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.)
7.
Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat:
Tendangan
daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.
(Tendangan Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan
musuh.)
8.
Pilihan kata yang tidak tepat:
Dalam
kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang
bincang dengan masyarakat.
(Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri
untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)
9.
Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti:
Sopir
Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri
Judul
berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud
Santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?
(Bus
Santoso Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri)
10.
Pengulangan kata yang tidak
perlu:
Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.
(Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)
11. Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah:
Dokter itu mengatakan kalau
penyakit AIDS sangat berbahaya.
(Dokter
itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)
Berikut
ini analisis kalimat efektif
dari teks yang penulis ambil dari kolom “Redaksional” Top Skor edisi Kamis, 28 April 2011.
KELOMPOK
(K) 78 tampak masih ngotot untuk meloloskan pasangan George Toisutan dan Arifin
Panigoro sebagai bakal calon (balon) Ketum dan Waketum PSII 20010-2015. Tak peduli
meski pintu FIFA sudah tertutup untuk mereka. Dengan alibi melanggar Hak Asasi
Manusia, K7 bersikeras memaksakan pasangan militer-pengusaha tersebut menabrak
FIFA.
Seolah-olah
PSSI hanya persoalan Ketum dan Waketum saja. Padahal ada Sembilan posisi lain
yang tak kalah strategisnya untuk diperebutkan. Posisi itu adalah Komite
Eksekutif (Exco) PSSI. Dalam struktur kepengurusan asosiasi-asosiasi dibawah
kendali FIFA, organisasi dipimpin secara kolektif oleh mereka yang duduk di
Exco, mencakup Ketum, Waketum, dan para anggotanya.
Ketika
bersidang untuk membuat keputusan-keputusan penting, maka posisi setiap
personil Exco adalah sejajar dan sama tinggi. Dalam statuta PSSI versi bahasa Inggris
yang disahkan FIFA, wewenang Exco sangatlah besar, misalnya menunjuk pelatih
timnas dan stafnya, memilih personalia untuk Komite Tetap, Badan Peradilan,
mengangkat/ memberhentikan Sekjen, hingga memberhentikan seseorang/ badan atau
menskorsing satu anggota PSSI.
Besarnya
wewenang Exco tak lepas dari legitimasi yang mereka kantongi. Karena mereka
dipilih oleh anggota federasi pemilik suara. Tarik-menarik kepentingan di
antara konstituen yang diawali seseorang atau beberapa anggota Exco, acap
membuat lembaga itu melakukan sebuah keputusan yang menjadi landasan kerja
organisasi.
Jadi bisa dibayangkan, apa yang bisa
dilakukan oleh Ketum dan Waketum kalau satu atau keduanya tidak didukung oleh
mayoritas anggota Exco. Sederhananya, K78 mestinya tidak perlu khawatir kehilangan
George dan Arifin yang sudah ditolak FIFA. Toh, mereka masih dapat menguasai
kursi Exco-dengan menempatkan orang-orang George di dalamnya-lantaran mereka
adalah pemegang suara mayoritas.
Dengan
demikian pengaruh dua orang tersebut tetap akan mengendalikan kebijakan
organisasi PSSI dari hulu ke hilir. Itu jika niat dan motivasi mereka memang
benar ingin mereformasi organisasi dan memajukan sepak bolanya, bukan memajukan
orang-orangnya. Jangan berpikir sempit hanya untuk kepentingan jangka pendek.
Jangan pula berpikir picik bahwa hanya George dan Arifin yang dapat memberikan
prestasi kepada sepak bola kita.
Mendominasi
jajaran Exco bukan hanya lebih penting dari sekadar menempatkan orang di posisi
Ketum dan Waketum PSSI,melainkan juga bernilai strategis untuk membendung
kembalinya pengurus Exco era Nurdin Halid ke posisi semula. Meski dinyatakan
tak kredibel, sehingga mandatnya dicabut 1 April lalu, FIFA memang tak
menyebutkan secara eksplisit bahwa anggota Exco lawas tak boleh lagi dicalonkan
untuk pemilihan Exco 2010-2015.
Namun
Komite Noramlisasi (KN) bisa saja tidak meloloskan pencalonan mereka karena
alasan tidak kredibel. Untuk kasus ini, KN boleh saja melakukan voting. Tapi,
untuk hal-hal yang bersifat mutlak seperti nama-nama balon yang tertolak oleh
FIFA, maka tak ada kompromi. Voting tak berlaku. Kecuali kalau kita mau
melanggar instruksi FIFA yang jelas-jelas akan berbuah sanksi dari FIFA.
Berikut
ini contoh hasil analisis dari teks diatas.
1.
Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat:
a.
Itu jika niat dan motivasi mereka memang benar ingin
mereformasi organisasi dan memajukan sepak bolanya, bukan memajukan
orang-orangnya.
(Itu
jika niat mereka memang benar ingin
mereformasi organisasi dan memajukan sepak bolanya, bukan memajukan
orang-orangnya.)
b.
Ketika bersidang untuk membuat keputusan-keputusan penting,
maka posisi setiap personil Exco adalah sejajar
dan sama tinggi.
(Ketika bersidang untuk membuat keputusan-keputusan penting,
maka posisi setiap personil Exco adalah sejajar)
2.
Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat:
Untuk kasus ini, KN boleh saja melakukan voting. Tapi,
untuk hal-hal yang bersifat mutlak seperti nama-nama balon yang tertolak oleh
FIFA, maka tak ada kompromi.
(KN
boleh saja melakukan voting. Tapi, untuk hal-hal yang bersifat mutlak seperti
nama-nama balon yang tertolak oleh FIFA, maka tak ada kompromi.)
3.
Penggunaan
imbuhan yang kacau:
a.
Padahal
ada Sembilan posisi lain yang tak kalah strategisnya untuk diperebutkan.
(Padahal ada Sembilan posisi lain yang tak kalah strategis
untuk diperebutkan.)
b.
Meski dinyatakan tak kredibel, sehingga mandatnya
dicabut 1 April lalu, FIFA memang tak menyebutkan secara eksplisit bahwa
anggota Exco lawas tak boleh lagi dicalonkan untuk pemilihan Exco 2010-2015.
(Meski menyatakan tak kredibel,
sehingga mandatnya dicabut 1 April lalu, FIFA memang tak menyebutkan secara
eksplisit bahwa anggota Exco lawas tak boleh lagi dicalonkan untuk pemilihan
Exco 2010-2015.)
4. Kalimat tak selesai:
a. Padahal
ada Sembilan posisi lain yang tak kalah strategisnya untuk diperebutkan.
(Padahal
ada Sembilan posisi lain, tak kalah strategis untuk diperebutkan.)
b.
Karena
mereka dipilih oleh anggota federasi pemilik suara.
(Mereka dipilih oleh anggota federasi pemilik suara.)
5. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang
tidak baku:
Toh, mereka masih dapat menguasai kursi Exco-dengan menempatkan
orang-orang George di dalamnya-lantaran mereka adalah pemegang suara mayoritas.
(Mereka
masih dapat menguasai kursi Exco-dengan menempatkan orang-orang George di
dalamnya-lantaran mereka adalah pemegang suara mayoritas.)
6.
Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’:
Tidak
ditemukan.
7.
Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat.
Tidak
ditemukan
8.
Pilihan kata yang tidak tepat.
a.
Tarik-menarik kepentingan di antara konstituen yang diawali
seseorang atau beberapa anggota Exco, acap
membuat lembaga itu melakukan sebuah keputusan yang menjadi landasan kerja
organisasi.
(Tarik-menarik
kepentingan di antara konstituen yang diawali seseorang atau beberapa anggota
Exco, sering membuat lembaga itu
melakukan sebuah keputusan yang menjadi landasan kerja organisasi.)
b.
Sederhananya, K78
mestinya tidak perlu khawatir kehilangan George dan Arifin yang sudah ditolak
FIFA.
(Pada dasarnya,
K78 mestinya tidak perlu khawatir kehilangan George dan Arifin yang sudah
ditolak FIFA.)
c.
Toh, mereka masih dapat menguasai kursi Exco-dengan
menempatkan orang-orang George di dalamnya-lantaran mereka adalah pemegang
suara mayoritas.
(Mereka masih dapat menguasai kursi Exco-dengan menempatkan
orang-orang George di dalamnya-lantaran mereka adalah pemegang suara mayoritas.
9.
Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti:
Tidak
ditemukan
10.
Pengulangan kata yang tidak perlu.
Kecuali
kalau kita mau melanggar instruksi FIFA yang jelas-jelas akan berbuah sanksi dari FIFA.
(Kecuali
kalau kita mau melanggar instruksi FIFA yang jelas-jelas akan berbuah sanksi.)
11. Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah.
Tidak ditemukan
PENUTUP
Penyampaian
pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan dapat diterima sesuai dengan
maksud penulis apabila memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik atau kalimat
efektif antara lain strukturnya benar,
pilihan katanya tepat, hubungan antar bagiannya logis, dan ejaannya pun harus
benar.
Dari penjelasan para ahli dapat diambil
kesimpulan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang jelas dan memenuhi
kriteria kaidah penulisan serta mudah dipahami bagi pembaca jika berupa kalimat
tertulis dan mudah dipahami jika berupa kalimat lisan.
Dalam
hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat
berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu
dipandang efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya.
Ada
sebelas pola-pola kesalahan umum yang harus kita hindari (Nasucha, 2010:23),
yaitu:
a.
Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat.
b.
Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat.
c.
Penggunaan imbuhan yang kacau .
d.
Kalimat tak selesai .
e.
Penggunaan kata dengan struktur
dan ejaan yang tidak baku.
f. Penggunaan
tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’.
g. Pilihan
kata yang tidak tepat.
h. Penggunaan
kata ‘daripada’ yang tidak tepat.
i.
Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti.
j.
Kata
‘kalau’ yang dipakai secara salah.
k.
Pengulangan kata yang tidak perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, dkk. 1998. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Anggarani, Asih. dkk. 2006. Mengasah Keterampilan Menulis Ilmiah di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arifin, Zaenal. 1989.
Penulisan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Mediyatama
Sarana Perkasa.
Nasucha, Yakub. dkk. 2010. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Media
Perkasa.
Top Skor. 28 April 2011.”Kisruh PSSI”, hal. 2.
Yudiono. 1984.
Bahasa Indonesia untuk Penulisan Ilmiah. Semarang: Fakultas Sastra Undip.
0 comments:
Post a Comment